Senin, 23 Desember 2013

Mencuci Piring Itu Pekerjaan Spiritual

Piring kotor, menumpuk setiap hari. 
Penuh lemak, menjijikkan. Gelas bekas kopi. Sendok.
Bagai tiada habisnya. 
Kotor tiap hari, nyuci tiap hari. Membosankan.

Terpaksa harus kita cuci. Kita pun mencucinya dengan terpaksa. Apa daya. Tidak mencucinya, menumpuk lebih sengsara.

Karena kewajiban mencuci piring, menjadi bagian dari nasib saya, maka saya pikirkan, bagaimanakah caranya supaya pekerjaan rutin ini, menjadi pekerjaan menyenangkan?

Saya coba melihatnya dari sudut pandang agama.
Mencuci piring, bisa menjadi kegiatan menyenangkan, ketika kita melihatnya, dari sudut pandang keimanan. Bahwa ketika kita mencuci, nikmat Alloh bisa saya resapkan ke dalam hati. Sabun cair wangi memanjakan hidung, sementara mata, menikmati gelas yang berkilauan, piring jernih, sendok cemerlang. Juga busa-busa, tampak memantulkan wajah saya yang ketuaan.

Mencuci piring adalah saat-saat, di mana saya menyadari, betapa hidup ini dikelilingi cinta. Seringkali saya mencari cinta ke tempat jauh, padahal cinta bisa saya raih di tempat yang dekat. Pada piring dan gelas yang sedang saya cuci, terasa besarnya anugerah cinta dari alam semesta. Air itu, sabun itu, piring itu, gelas itu telah ditundukkan Alloh dan menjadi hadiah gratis buat saya. Inilah saatnya. Kalau tidak sekarang, kapan lagi menikmatinya.

Suatu hari, pada menit ketika pandangan saya sudah hilang, dan badan lemah tergolek si atas ranjang, maka mencuci piring dan gelas pasti, akan menjadi hal yang sangat saya rindukan. Tiba pada kesadaran ini, bisa membuat cuci piring, menjadi pekerjaan terindah di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar