Selasa, 14 Januari 2014

Sepandai-Pandainya Menyimpan Istri Muda, Akhirnya Tua Juga.

Dalam perantauannya di Jakarta, Dadang menikah lagi. Maka sebagian besar hari dalam sebulan, lebih banyak Dadang habiskan bersama istri mudanya. Ini karena di Jakarta, Dadang sukses membangun pabrik serundeng. Produk hasil olahannya cukup laris, dan terkenal dengan serundeng Cap Monyet. Dari penghasilannya inilah Dadang bisa menghidupi kedua istrinya.

Sayang, kepada Bi Ikem Rem Pakem, istri tuanya di kampung, Dadang tak pernah terbuka. Maka sampai sepuluh tahun berlalu, Bi Ikem tak pernah tahu jika suaminya menikah lagi. Bi Ikem pun tak pernah minta ikut ke kota, pekerjaan di kampung terlalu menyibukkannya, mengurus sawah, mengurus kolam, mengurus ayam, mengurus sapi, di samping mengurus ketujuh anaknya dengan berbagai tingkah dan polah. Bisik sana-sini dari tetangganya tentang berbagai kemungkinan suaminya di kota, dia anggap angin lewat. Bi Ikem yakin, hidup ini berjalan menetapi hukum. Siapapun tak bisa lari dari hukum ini. Terserah suaminya mau berbuat ini-itu, Bi Ikem yakin, segala ganjaran akan terlimpah sempurna kepada pelakunya. Dan begitulah, setelah lima puluh tahun berlalu, rumah tangga bi Ikem dengan Dadang tetep adem-ayem, rukun tanpa pernah diwarnai pertengkaran.

Kini Bi Ikem telah rehat di bawah pusara. Sedangkan Dadang tua, sudah satu jam lebih tepekur di sana. Beberapa kali menyeka air mata. Mengenang sikap nrimo istrinya, Ikem Rem Pakem yang rajin dan hemat,  jauh tanah ke langit dengan Ines Honda Jes, istri mudanya, yang boros dan pemalas.

Dadang geleng-geleng kepala dengan kelakuannya. Bagaimana bisa dia sampai terlalu cinta kepada istri mudanya, padahal setelah sekian tahun perjuangan menyembunyikannya, bersama jutaan rupiah pengorbanan untuknya, akhirnya istri mudanya itu tua juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar