Jumat, 31 Januari 2014

Shio, Maaf Aku Mau Meninggalkanmu!

"Shio adalah zodiak tionghoa untuk melambangkan tahun, bulan, dan waktu." Bu Lati memulai penjelasannya.
"Lho Bu, ini kan pelajaran Kimia, kok malah menyebutkan Shio?," protes Tora.
"Biarkan Ibu selesaikan dulu, Tora!",
"Huuhhh, dasar tukang instruksi!" Cibir Nena.
"Itulah Shio. Mengapa Ibu memulai dengan menyebutkan Shio? Karena shio ini berhubungan dengan hari besar orang Tionghoa, yaitu hari hara Imlek. Jum'at ini mereka sedang ramai-ramainya merayakan."

Hari tidak secerah biasanya. Sejak tadi langit  mendung. Gelayut awan makin berat, dan bersamaan Bu Lati menyebut Imlek, sinar kilat terpercik di udara, guntur mengelegar. Ucapan tasbih terdengar bersamaan.

Hujan mulai turun. Melihat itu, Bu Lati berlari keluar. Anak-anak bengong. Mau ke mana guru mereka. Semua siswa berdiri, melihat keluar jendela. Bu Lati berlari ke halaman, menuju motornya, naik, namun turun lagi. Rok guru sedikit dia singkapkan, dia lari ke kantor. Tidak lama, muncul lagi, menuju motornya.

"Oh, mungkin kuncinya ketinggalan," ucap Nena.
"Iya", bisik Yuli.

Tampak Bu Lati menghidupkan motornya, dan langsung melesat pergi.
Tak sampai tiga detik setelah Bu Lati keluar gerbang, serombongan domba masuk halaman sekolah. Banyak sekali domba itu, hingga anak-anak, tak bisa menghitungnya. Domba-domba itu berlarian  menuju teras kelas. Semuanya bertaduh di sana. Tak ayal, kini teras kelas ramai dengan embikan domba.

"Ini domba siapa?" bentak kepala sekolah, baru saja dia keluar kantor setelah mendengar keributan.

"Tidak tahu pak"
"Tolong, kalian semua, usir semua domba ini keluar gerbang!"
"Ini hujan Pak!"
"Lihat, lantai sekolah ini putih, tapak domba berceceran di mana-mana. Mending kalau tidak buang kotoran. Bagaimana kalau buang kotoran?"
"Tak masalah Pak, itu mudah disapukan, kotoran domba itu bulat-bulat. Jadi mudah menggelinding."
"Itu kalau tak terinjak. Kotoran domba itu akan terinjak kaki-kaki domba lainnya, terus penyek, kramik nanti kotor. Cepat kalian usir.!"

Cukup, ceritanya berhenti sampai situ. Tak ada terusannya lagi. Li menutup diarynya. Tidak penting baginya seburuk apa, bahkan hanya potongan saja. Yang buat cerita itu penting baginya adalah, kata Shio pada awal kisah itu. Kata itulah yang sampai sekarang terus dipertanyakannya.

Shio, dari mana istilah ini?
Siapa penggagasnya?
Mengapa saya mengikutinya?

Dia tahu itu semua nama bulan untuk tahun Imlek, namun dari mana semua nama itu berasal? Terus mangapa jadi bagian dari agamanya? Apa guna dia mengikutinya?

"Apakah dengan mengikutinya, saya akan selamat setelah kematian saya? Saya yakin, setelah kematian, akan ada kehidupan lain, tempat semunya akan diperhitungkan. Diperhitungkan dengan sempurna. Karena begitu banyak urusan dalam hidup ini yang belum selesai. Banyak orang dengan kejahatan luar biasa, bisa lolos, tidak mendapatkan hukum setimpal dari kejahatannya. Banyak orang dengan kebaikan luar biasa, malah mendapatkan kekejaman hingga meninggalnya. Ini pasti ada perhitungannya. Jika hidup selesai di dunia ini saja, waduh betapa tidak adilnya.

"Namun sampai kini, belum kudapatkan juga penerangan memuaskan dari agamaku. Entah memang tidak ada, atau aku kurang mendalaminya, yang kudapatkan selama ini dari agamaku, selama ini, hanya pelajaran tentang kata-kata bijaksana, Shio-Sho, ramalan-ramalan, tentang esok, tentang nasibku, tentang kehidupan cinta, tentang keberuntungan, dan semua itu, sebatas kehidupan dunia ini saja. Tapi mana deskripsi tentang kehidupan setelah mati. Banyak keraguan kurasakan dalam beragama ini.

Sekarang, inilah sepertinya, saat yang tepat bagiku untuk kutinggalkan! Shio! Maafkan aku Shio! Aku mau meninggalkanmu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar