Kamis, 02 Januari 2014

Saat Si Gembil Marah

Sore hari jadwalnya menggosok gigi. Dan Si Sembil anak saya paling tak suka. Melihat sikat mulai diambil, kemudian ditempeli pasta, dia mulai lari, mau kabur. Istriku sudah cekatan menangkapnya, membungkusnya dengan kain, kemudian dalam pangkuan, menyikat giginya. Si Gembil menjerit-jerit, dan karena itu dia nyengir. Maka dengan mudah istri saya menggosoknya. Sambil terus menangis, giginya terus digosok. Seringkali tetangga cemas, kemudian datang ke rumah. "Ada apa-ada apa?"

Usai gosok gigi, sikat dibersihkan, kemudian disimpan. Karena rasanya manis, Si Gembil maih mau. Dia pinta itu sikat. Namun ketika diberikan, sikat itu dilemparnya sambil teriak: "Itu.....itu....itu..." sambil menunjuk pasta gigi. Dia mau pake pasta.

Cukup! Yang akan kita bicarakan, adalah kemarahan seorang anak.
Tidak semua orang tua siap menghadapi kemarahan seorang anak. Seringkali demi mengatasinya, orang tua mencegah dengan marah juga. Dalam kondisi ini, sepertinya orang tua perlu mengubah sudut pandang. Berry Bazelton, seorang dokter anak terpavorit Amerika, dalam bukunya menulis: "Kemarahan bukan hanya tidak dapat dihindari, tetapi juga diperlukan. Kemarahan tidak hanya membuat seorang anak menjadi waspada terhadap bahaya dan memberikan energi yang diperlukan untuk meresponnya, tetapi juga merupakan bentuk nyata dari ekspresi dirinya sebagai seorang manusia. Kemarahan pada masa perkembangannya, menjadi cara bagi seorang anak membangun kemandirian."
Menurut saya, pernyataan pak dokter ini luar biasa sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar