Suatu siang Richie mendapat undangan makan
Siapa lagi kalau bukan undangan dari teman dekatnya, Eyang Wiro Toraja.
Tak disangka, tampak dari luar, rumah Wiro bagai kandang ayam
Setelah ke dalam ternyata mirip kandang sapi
Namun sebuah tangga membimbing Richie berjalan turun
Setelah mengucap salam dan mendapat jawaban, Richie memasuki sebuah ruangan megah di bawah tanah
"Kenapa Eyang mendesain rumah seperti ini?"
"Biar pajak bangunannya tak terlalu besar. Biar saja keparat desa melihat rumah Eyang seperti kandang ayam." Jawab Eyang Wiro.
"Pantesan Eyang selalu membuat cerita Richie dikaitkan dengan ayam."
"Richie, ayo, tuh makanannya sudah siap!"
"Maaf Eyang, tadi di jalan malah jajan bakso, jadi sudah kenyang."
"Ah cuma bakso, nggak bikin kenyang!"
"Saya belinya 25 mangkuk Eyang."
Mata Eyang Wiro nyaris loncat, ditatapnya perut Richie, tapi kok biasa saja: "Itu perutnya kok masih.....?"
"Iya Eyang, saya makan satu mangkuk, 24 mangkuk sisanya saya bagikan kepada anak sekolah. Tadi kebetulan berpapasan dengan anak SD pulang sekolah. Aku traktis mereka semua, putra-putri."
"Ow,h.. Terus gimana sekarang, benar kamu tidak mau makan?"
"Tidak Eyang, sekarang begini saja, karena kebiasaan si KBM itu saling mengkritik karya, di sini pun saya mau mengkritik interior rumah Eyang."
"Silakan!"
"Itu Eyang kan punya aquarium. Di dalamnya terdapat ikan-ikan. Salah apa sih sebenarnya, sampai ikan-ikan itu harus terpenjara di dalam aquarium. Tidakkah seharusnya dia beranng di alam bebas, menikmati kesenangan dalam habitat aslinya, pergi ke mana pun sesuka mereka."
Uhuk! Uhuk! Eyang Wiro batuk dulu.
"Begini Richie, boleh Eyang membantah?"
"Ya, silakan!"
"Begini ya, emh, kalau Eyang membantah, kamu jangan sewot ya!"
"Baiklah Eyang!"
"Richie, memang benar ikan-ikan itu tidak bebas ke mana dia suka, tapi dalam aquarium ini dia terbebas dari banyak marabahaya.Richie, pernahkah kamu melihat orang memancing ikan pada akuarium di rumah seseorang?"
"Tidak Eyang"
"Nah, itulah kebebasan pertama ikan dalam akuarium. Dia bebas dari ancaman para pemancing. Bayangkan betapa malangnya nasib ikan di alam bebas, seringkali dalam keadaan lapar dia melihat sebutir makanan. Seringkali dia susah memastikan makanannya membahayakan atau tidak. Maka tak diragukan lagi, ikan itu akan langsung tergiur memakannya. Sementara ikan lain, merasakan kengerian, melihat temannya setelah mencaplok makanan, langsung hilang dari hadapan mereka untuk selamanya. Bagi ikan di alam bebas, kegiatan makan itu penuh bahaya dan seringkali berakhir penuh tragedi. Ikan di alam bebas terancam gangguan pencernaan kronis karena hilangya nafsu makan, sementara ikan paranoid akan mati kelaparan. Ikan di alam bebas bisa jadi menderita tekanan batin, namun ikan di akuarium bebas dari bahaya semacam ini. Bagaimana Richie, puas?"
"Tidak Eyang!"
"Lho, begitu panjangnya saya menarangkan, tidak puas juga?"
"Tidak Eyang, tadi Eyang mengatakan kebebasan pertama, berarti harus ada kebebasan kedua!"
"Oh, memangnya setiap ada pertama harus ada kedua?"
"Tentu saja Eyang!"
"Richie, kamu kan tahu Allah satu, apa itu berarti harus ada Alloh kedua?"
"Eyang, Allah itu satu, bukan pertama. Satu bisa mandiri tidak memerlukan dua. Sedangkan pertama, itu sebuah kata yang memerlukan lanjutan. Setidaknya harus ada kedua. Itu wajib Eyang!"
"Ya oke oke oke! Baik, Eyang sebutkan alasan kedua mengapa ikan di akuarium lebih baik dari ikan di alam bebas."
Eyang Wiro memejamkan mata. Merapatkan tangannya ke dada, dan "Ya, ya ya, Richie....." katanya sambi membuka mata.
"Iya Eyang!"
"Tapi kamu janji, tidak akan minta lagi yang ketiga!"
"Baik Eyang!"
"Kebebasan kedua, bagi ikan di akuarium adalah, bebas dari ikan lebih besar yang suka memangsa mereka. Di beberapa sungai besar, ikan-ikan tak lagi merasa aman untuk keluyuran. Akan tetapi ikan akurium aman dari semua ancaman itu. Sebab takkan ada seorang pemilik akuarium sengaja menyimpan ikan predator untuk memangsa mereka. Cukup ya Richie!"
"Cukup Eyang, tapi masih ada keinginanku lainnya!"
"Apalagi Richie, apalagi, Eyang sudah cape!"
"Eyang, kita kan orang KBM, digembleng membuat tulisan-tulisan bermutu, dan kisah-kisah berguna. Kisah bermutu itu antara lain lengkap unsur intrinsiknya. Dan salah satu unsur intrinsik adalah pesan. Kira-kiranya menurut Eyang, ada tidak pesan bagus dari uraian keberuntungan ikan akuarium yang Eyang paparkan tadi?"
Mendengar itu, mata Eyang Wiro berbinar-binar. Wajahnya menjadi cerah. Sudah dirasakannya asam garam kehidupan, jadi dalam masalah mengambil hikmah, dia sudah sangat ahli: "Richie, begitulah beruntungnya orang-orang yang hidup dalam aturan Allah. Ya memang benar orang-orang itu tidak bisa seenaknya mengikuti hawa nafsu, namun mereka terbebas dari begitu banyak bahaya dan ketidaknyamanan."
"Luar biasa Eyang! Luar biasa!" Ucap Richie mantap. Serius.
"Richie!"
"Ya, Eyang!"
"Eyang mau menunjukkan sesuatu padamu!"
"Apa Eyang?"
"Ikuti Eyang!"
Kemudia Richie dibawa ke depat pintu: "Richie! Kamu tahu ini apa?"
"Pintu. Memangnya kenapa Eyang?"
"Jika kita di dalam rumah, tahu gunanya untuk apa?"
"Untuk keluar!"
Kemudian Eyang membuka intu itu, kemudian sambil membungkuk dan isyarat telapak tangan, Eyang Wiro berkata: "Nah, Richie, sekarang, silahkan kamu keluar!"
Rincie pun keluar, dan setelah itu, Bruggg!!!!!!,Klik. Eyang Wiro langsung mengunci pintu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar