Tiada pekerjaan berat bagi orang rajin, tiada pekerjaan ringan bagi pemalas. Terus terang, saya seorang pemalas, sedangkan teman saya, teman saya menginap di kantor kampus, Tisna, adalah orang yang sangat rajin. Yang mengagumkan, gedung dua lantai, dia cat semuanya, merayap dari dinding ke dinding, dari ruang ke ruang bagai, dengan tekun, dengan rajin, serajin tawon menganyam sarang.Tahu-tahu sudah beres, warna kampus sudah cemerlang, lengkap dengan pagar-pagarnya.
Saya juga ingat, dulu, waktu masih belum ada mejikom, alat penanak nasi listrik, biasanya nasi beli ke warung, tapi Tisna, dia membawa beras dari rumahnya, dan sabuah kastrol, kemudian, dia buat tungku kecil, dia nyalakan api, dan nasi pun matang. Bukan hanya Tisna yang menikmatinya, tetapi juga saya, dan seringkali, jika ada orang lain, menikmatinya juga.
Terus dari mana kayu bakarnya, kapan sempat nyarinya, padahal seharian kuliah?
Sekali lagi, tiada pekerjaan berat bagi orang yang rajin.
Bagi Tisna, tiadanya kayu bakar bukan masalah. Dari setiap kelas di kampus, dia kumpulkan sampah plastik dan kertas bekas makanan mahasiswa, dia tumpukkan ke depan tungku, kemudian satu persatu, kertas dan platik bekas itu dia masukkan, membakarnya dengan sabar, satu persatu, hingga nasi matang. Tiada pekerjaan yang berat bagi orang yang rajin.
Bagi Tisna, tiadanya kayu bakar bukan masalah. Dari setiap kelas di kampus, dia kumpulkan sampah plastik dan kertas bekas makanan mahasiswa, dia tumpukkan ke depan tungku, kemudian satu persatu, kertas dan platik bekas itu dia masukkan, membakarnya dengan sabar, satu persatu, hingga nasi matang. Tiada pekerjaan yang berat bagi orang yang rajin.
Sebaliknya bagi pemalas, tiada pekerjaan mudah. Kampus sudah menyediakan mejikom, istri membekali beras, tinggal cuci, tinggal pasang, tunggu beberapa saat sambil main facebook---Matang. Mudah. Tapi ya apalah yang mudah bagi pemalas. Beras tetap beras, mejikom tetap mejikom. Tidak pernah menjadi apapun, nasi tidak pernah ada. Malam saya kelaparan. Terpaksa harus kelayapa ke depan, cari warung nasi.
Anda susah melahirkan tulisan? Saya kira bukan karena susah. Malas, itulah biang keroknya. Jadi, wahai para pemalas, inilah bingkisan terindah dari saya.
Pakar Penulis Edan,
Dana
Dana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar