Jumat, 14 Februari 2014

Wiro Sableng: Topeng Buat Wiro

Kuda coklat yang ditunggangi gadis jelita berpakaian biru tiba-tiba meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Si gadis cepat rangkul leher binatang itu dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengusap-usap tengkuknya.

“Tenang Guci……tenang! Tak ada yang perlu ditakutkan!” berkata si gadis. “Tak ada binatang buas di hutan ini. Tak ada binatang berbisa di rimba belantara ini! Ayo jalan lagi. Kita……”

Baru saja si gadis berucap begitu tiba-tiba terdengar suara bergemerisik di atas pohon di samping kirinya. Bersamaan dengan itu terdengar suara tawa bergelak, disusul suara bentakan keras lantang.

“Di rimba ini memang tak ada binatang buas! Tak ada binatang berbisa! Yang ada aku!”

Dua sosok tubuh melayang turun dari atas pohon besar. Begitu menjejak tanah langsung berkacak pinggang sambil menatap tajam pada sang dara yang berada di atas kuda. Orang di sebelah kanan memiliki tubuh ramping tinggi, berkulit hitam gelap, memelihata kumis melintang dan cambang bawuk. Pada kedua lengannya terdapat gelang bahar hitam besar. Pada lehernya tergantung kalung yang juga terbuat dari akar bahar berwarna hitam. Lelaki kedua lebih pendek, beralis tebal, mukanya cekung, kulitnya juga sangat hitam. Kedua orang ini sama mengenakan pakaian kuning dengan ikat pinggang besar berwarna merah darah.

Walau jelas dari tampang dan gerak-gerik menyatakan mereka bukan orang baik-baik, apalagi menghadang seperti itu tetapi gadis di atas kuda sama sekali tidak menunjukkan wajah cemas ataupun takut. Setelah menatap dengan pandangan dingin, dia lalu menegur.

“Huh! Kalian ini siapa?!”

“Adikku! Orang sudah bertanya, lekas jelaskan siapa adanya kita!” si tinggi ramping berkumis dan bercambang bawuk di sebelah kanan berkata. Yang dipanggil adik tersenyum lebar. Kedip-kedipkan matanya pada sang dara lalu membuka mulut.

“Kami adalah penguasa rimba belantara ini……”

“Hebat!” sang dara berseru seperti memuji tapi pandangan kedua matanya tetap dingin dan mimiknya menunjukkan betapa dia memandang rendah pada kedua orang itu.

“Syuuuukkuuuurrr kalau di situ tahu kami hebat! Terima kasih atas pujianmu Mirasani…..”

“Eh! Bagaimana kau bisa tahu namaku?!” jelas nada suara sang dara menunjukkan rasa terkejut. Tapi wajahnya tetap saja tidak mengalami peubahan. “Siapa yang tidak tahu Mirasani. Gadis maha cantik di kawasan ini. Memilih…..”

“Sudah! Lekas katakan apa mau kalian!” sang dara memotong ucapan orang dengan bentakan.

“Sabar…..sabar Mira. Apa mau kami pasti akan kami jelaskan. Hanya aku belum selesai dengan penjelasan tentang diri kami berdua,” menyahut si muka cekung. “Kami dikenal dengan julukan Sepasang Malaikat Kuning…..”


Baca selengkapnya DI SINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar