Ibaratnya pabrik kerupuk, sangat tidak mungkin menghasilkan banyak kerupuk, jika pasokan bahan bakunya hanya sedikit. Apa yang mau dikeluarkan meskin pencetak sistik, jika adonan tidak dimasukkan ke dalamnya. Butuh masukan, butuh pasokan, dan itu sama dengan otak kita jika ingin selalu lancar mempunyai banyak bahan tulisan.
Apa yang ditulis, jika otak tidak rutin mendapatkan masukan ilmu, dan bagaimana ilmu mau masuk jika membaca dan mendengarkan nasihat saja tidak mau. Tak bisa tidak, seorang yang ingin menjadi penulis mumpuni, dengan tulisan-tulisan berisi, yang bermanfaat buat orang banyak, menimba itu sudah menjadi keharusan baginya. Itulah sebabnya, maka membaca buku, mendengarkan buku elektronik, ceramah-ceramah bermanfaat, nasihat-nasihat berharga harus menjadi kesehariannya.
Akan tetapi semua itu berat dilakukan kecuali oleh seorang yang rendah hati. Selalu merasa butuh, merasa kurang, dan selalu menginginkan tambahan pengetahuan, yang membuatnya banyak membaca, mencari dan terus mencari pasokan pengetahuan. Begitulah yang para ulama terdahulu contohkan. Tidak seorang pun dari mereka menulis kitab, kecuali awal kitab itu mereka sertai dengan ungkapan rendah hati. Ibrahim Albajuri contohnya seorang penyusun kitab Tijan Addaruri = mahkota berteteskan intan permata, di sana penulis, padahal kurang apa besar nama baiknya sebagai ulama, namun tetap mengakui dirinya, seorang yang sangat faqir akan rahmat dari Tuhan-Nya, yang dalam berbuat senantiasa dia seenaknya, kurang ketelitian, kurang kehati-hatian. Kerendah hatiannya ini pertanda, dia bukan seorang yang merasa sempurna dengan ilmunya.
Kepada merekalah mestinya para penulis berkaca. Memperbanyak membaca, mendengarkan nasihat-nasihat berharga, harus menjadi kesehariannya. Seperti membaca buku-buku yang sudah saya sediakan DI SINI, atau mendengarkan ceramah yang sudah saya sediakan DI SINI.
Jangan menjadi orang tolol yang kerjanya duduk menunggu ilham. Termenung berlama-lama di depan komputer, berjalan-jalan kian kemari tak tentu arah, atau duduk di tepi sungai mencari inspirasi. Jemputlah, inspirasi itu, kejar, raih, genggam, kunyah, telan, lalu ekpresikan. Karena kita, bukanlah rasul yang telah dijanjikan akan dikirimi wahyu, bukan pula Nabi Khidir yang sudah tercatat langsung Alloh anugerahi ilmu. Sebaliknya, seorang penulis adalah penulis, yang dari dulu, penulis adalah pencari ilmu, yang harus berusaha, mencari, menggali, dan mendapatkan ilmu, seperti Imam Hanafi, yang terus-menerus belajar dalam kesibukannya menjual pakaian, atau seperti Imam Bukhari, berani menempuh ribuan kilometer perjalanan, demi dapatkan pengetahuan, mengejar hadits-hadits Nabi meski harus kepayahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar