Makin lama selubung kabut itu semakin tebal dan mendadak saja udara di bukit itu menjadi lebih dingin dari biasanya. Selebung kabut bergerak dan berubah aneh pada bagian tengah sampai ke atas. Lalu membentuk seperti bayang-bayang manusia. Dari bayangbayang berubah lebih jelas membentuk satu sosok tubuh yang hanya terdiri dari bagian pinggang ke atas. Bagian bawah tenggelam dalam selubung kabut aneh. Orang itu laksana melayang di awan.
Kapilatu terkesiap dan ternganga saking tidak percaya akan apa yang disaksikannya. Di-antara selubung kabut itu dia melihat satu sosok tubuh seorang tua berwajah gagah dan kelimis meskipun rambutnya yang disanggul kecil dan juga alis matanya berwarna putih keseluruhannya. Pada tangan kanannya dia memegang sebuah tombak emas bermata tiga yang memancarkan sinar kuning berkilauan.
“Manusia atau mahluk jejadiankah ini...?” ujar Kapilatu dan tengkuknya terasa bergeming dingin. Perlahan-lahan dia beringsut ke belakang. Ketika sosok tubuh yang muncul dari dalam kabut itu semakin jelas terlihat hingga hampir tidak beda dengan keadaan manusia biasa, Kiai Talang Bungsu menjura dalamdalam lalu berucap: “Sang Prabu, salam sejahtera untukmu. Ada gerangan apakah Sang Prabu berkenan berkunjung ke tempat saya yang buruk ini...?”
Orang tua berselempang kain putih menggerakkan tangan kanannya yang memegang tombak emas bermata tiga. Sinar kuning menyambar ke arah wajah Kapilatu. Langsung saja pembantu ini rebah ke tanah dan terbujur seperti orang tidur!
“Kiai Talang Bungsu, aku datang tidak lama. Di alam arwah aku merasa tidak tenang karena ada orang-orang titisan darahku dalam menjalani masa kutukan telah menambah dosa mereka dengan melakukan kejahatan keji. Membunuh dan menyiksa orang-orang tidak berdaya dan tidak berdosa. Semua terjadi karena keserakahan menuruti kata hati, hendak menguasai manusia lainnya demi kepentingan sendiri........
* * *
Bagaimana menurut Anda?
Seru bukan?
Adakah nilai-nilai yang bisa Anda ambil?
Seru bukan?
Adakah nilai-nilai yang bisa Anda ambil?
Tentu saja ada, terutama dari kalimat-kalimat terakhirnya.
Sewaktu saya mengajar Bahasa Indonesia di salah satu sekolah swasta, selalu saya temukan di buku, dalam kajian sastra seorang pembaca dituntut untuk menemukan nilai-nilai dalam sebuah karya. Nilai moral, nilai budaya, nilai agama, dan nilai-nilai lainnya. Itulah sastra, dari dalamnya pembaca bisa mengambil nilai-nilai. Sesuai dengan tujuan pembuatannya sejak dahulu. Orang-orang dahulu mengajar lewat cerita, dan dalam cerita itu mereka menyelipkan pesan, pepatah, dan nilai-nilai untuk diwariskan kepada generasinya.
Ah ngelantur.
Kembali ke benang merah. Cuplikan di atas saya ambil dari serial Wiro Sableng berjudul "Srigala Iblis". Jika penasaran dengan kisah selengkapnya, silahkan download saja DI SINI
Kembali ke benang merah. Cuplikan di atas saya ambil dari serial Wiro Sableng berjudul "Srigala Iblis". Jika penasaran dengan kisah selengkapnya, silahkan download saja DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar