Kamis, 19 Desember 2013

GURU TERCINTAKU CUMA SATU: PAK BEMO (3)

Pabrik sepatu memberi libur. Dalam sebulan, pekerja boleh mengambil cuti lima hari, di tanggal mana saja. Dan Ibu menyarankan, supaya aku pulang minggu kedua, hari Sabtu, supaya malam minggunya, aku ke mesjid, ikut pengajian.

Tangan Ibu telah kucium, lalu duduk di sampingnya, setia mendengarkan ceritanya tentang Bapak, semasa dia masih ada. Di depan wanita ini aku takluk. Semenjak Bapak wafat, aku merasa akulah sekarang pelindungnya. Dan hadiah terbesar yang selalu kuberikan adalah diam di sampingnya, memperhatikan setiap tutur katanya.

Sorenya, jam 5 lebih, wangi casablanca semerbak dari baju koko dan sarungku. Peci putih rapi kukenakan.

"Masih siang Yo, kok sudah mau berangkat?" Komen ibu.

"Iya Bu!" Tidak banyak yang kukatakan.

Jangan sampai dia tahu, bahwa modus di balik ini, adalah hasrat menemui Sumirah.

Sebelum ke mesjid, ingin kusempatkan dulu tandang ke rumahnya.
Dia terima atau tidak, harus kunyatakan keinginanku padanya.
Anak-anaknya, pasti sangat membutuhkan ayah,
Dan Sumirah sendiri, kukira tak mau kesepian lama.
Harus segera kunyatakan maksudku padanya, sebelum kedulian para duda.

Makin dekat ke rumahnya, kacau jantungku makin parah. Dag-dig-dug tak jelas, seperti beduk ditabuh pemabuk. Masuk ke halamannya, kudengar suara pria ramai ngobrol. Kutajamkan mata ke kaca, remang kulihat gerak-gerik seorang pria, duduk di ruang tamu, sedang ngobrol sangat asyiknya. Sumirah duduk sabar mendengarkannya, dan pria itu.....pria itu.....aku sangat mengenalnya......Bemooooooo!!!!! Gerutuku. Tangan kukepalkan......

Aku lari ke teras, kutendang kaca jendela. Sumirah menjerit, Pak Bemo kaget. Bengong lagi seperti dulu. Inginnya meloncat lewat jendela, namun, karena lubang kaca tak muat, aku masuk lewat pintu. Langsung Kujambak rambut Pak Bemo, kuhempaskan kepalanya ke lantai, lalu menginjak-injaknya. "Mampus kamu Bemo! Mampus! Mampus! Bemo penyok! Bemo sendok! Kamu selalu bikin aku gondok.Huuuhhh!!!!!!" Pak Bemo sudah tak berdaya, namun aku belum puas. Kuangkat kursi jati berukiran itu, kubenturkan ke badannya, beberapa kali. Ada aquarium berisi ikan arwana, kuangkat juga aquarium itu, dan sejurus kemudian, sudah pecah berhamburan kuhempaskan ke Pak Bemo. Kini Pak Bemo tak sadarkan diri. Kakinya kutarik, kuseret keluar rumah, ke halaman belakang rumah Sumirah, dan kulemparkan ke kali.


Saking bencinya kepada Pak Bemo, begitulah yang kubayangkan. Kuharap anganku itu tak pernah terjadi. Karenanya aku mundur, meneruskan langkah ke mesjid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar